Pascacovid 19

Komunitas Rave di Inggris Membuktikan, Acara Rave Tetap Asyik dengan Protokol Kesehatan

Protokol kesehatan ternyata juga bisa dilaksanakan di rave party, tanpa mengurangi keasyikan pesta.

Penulis: AC Pinkan Ulaan | Editor: AC Pinkan Ulaan
Pixabay/FelixDesignStudio
DJ sedang beraksi meramu lagu untuk memeriahkan pesta.(Ilustrasi) 

Acara rave sepertinya harus dilupakan dulu di masa pandemi Covid-19 ini.

Maklum, kegiatan ini menimbulkan kerumunan orang banyak yang menari secara berdesak-desakkan, mengikuti irama electronic dance music (edm), di dalam sebuah ruangan remang-remang dengan kelebatan sinar laser.

Sudah jelas, rave tak sejalan dengan protokol kesehatan baru untuk mencegah penularan virus corona.

Hanya saja, pencinta rave di Inggris  menampik pendapat itu. Mereka bahkan membuktikan bahwa protokol kesehatan baru itu bisa berjalan dengan baik, dalam sebuah pesta dansa dengan iringan musik edm itu.

Sebagaimana diwartakan laman Metro, Nitty, sebuah promotor acara rave underground (rahasia), berhasil menggelar sebuah rave yang sesuai protokol kesehatan.

Mereka menerapkan pembatasan jarak antarpengunjung; membagikan hand sanitizer dan masker kepada peserta pesta, meski pun maskernya tidak terpakai; serta membersihkan meja DJ dan peralatan turntable dengan disinfektan setiap selesai satu lagu.

Di hutan

Acara underground ini berlangsung di sebuah hutan bernama Sharphill Woods, di wilayah Birmingham, Inggris, pada Sabtu (30/5/2020).

Meski pun pakai embel-embel underground, ternyata Nitty sudah mendapat izin dari pemerintah setempat.

Jadi, begitu polisi datang menggerebek pesta itu, panitia bisa menunjukkan surat izin sehingga polisi urung menghentikan acara tersebut.

Tiga DJ beraksi di rave tersebut, yakni DJ Latmun, DJ Dafs, dan DJ Sho, menghibur 40 tamu yang hadir.

Undangan terbatas

"Kami menggunakan lahan yang bisa menampung 80 orang (dalam situasi normal), dan hanya menerima tamu 50 persen dari kapasitas tersebut," kata salah satu panitia, yang menyebut Merz sebagai nama panggilannya.

Katanya, kabar mengenai pesta ini tersiar dengan pesat di komunitas rave, sehingga 750 orang menghubungi panitia minta diundang.

Namun, niat Nitty memang ingin membuktikan bahwa rave bisa diselenggarakan dengan mengikuti protokol kesehatan, maka hanya 40 orang yang mendapat undangan.

Karena diselenggarakan di luar ruang (outdoor), maka panitia bisa menerapkan jarak aman antar-kelompok tamu.

Sebagaimana terlihat dari foto-foto yang dimuat Metro, setiap kelompok, yang terdiri dari dua orang, mendapat sebuah lahan yang dibatasi dengan batang kayu.

Kemudian setiap lahan dipisahkan oleh sebuah lahan kosong. Dengan begitu memang ada jarak minimal 2 meter antar-kelompok.

Selama acara, panitia juga selalu mengingatkan peserta pesta soal jaga jarak aman dan membersihkan tangan menggunakan hand sanitizer.

Membersihkan sampah

rave ini juga hanya berlangsung selama 6 jam, dari pukul 16.00 sampai 22.00. Padahal dalam situasi "normal yang lama", rave bisa berlangsung tiga malam non-stop.

Yang menarik dari rave di Birmingham ini, para pengunjung kemudian membersihkan arena pesta, setidaknya di lahan mereka sendiri.

"Kami meninggalkan tempat ini lebih bersih daripada waktu kami datang. Tak ada sampah yang tertinggal," kata Merz.

Para pengunjung juga mendapat minuman selama pesta, yang mereka pesan lewat aplikasi percakapan beberapa hari sebelum acara berlangsung.

Maka panitia membelikan minuman pesanan tersebut, dan memberikan kepada tamu saat mereka datang.

Menurut Merz, acara mereka itu, yang merupakan rave pertama di masa pandemi Covid-19, sukses.

Suasananya, kata Merz, tetap asyik seperti rave pada umumnya, meski pun jumlah orangnya terbatas.

Protokol kesehatan tetap bisa mereka jalankan, karena acara berlangsung di tempat terbuka yang luas dengan jumlah peserta hanya 50 persen dari daya tampung arena pesta.

Sulit di kelab malam

Menariknya, pria berusia 26 tahun itu tidak yakin protokol kesehatan baru bisa dilaksanakan jika acara serupa berlangsung di dalam ruangan kelab malam.

Alasannya, ruangan kelab malam sendiri bakal membuat pengunjung lupa mereka harus menjaga jarak dengan orang lain.

"Menurut saya sangat sulit menjaga jarak aman di kelab malam, terutama bila orang-orangnya dalam pengaruh narkoba. Nggak bakal jalan," tandasnya.

Nah, dari penjelasan Merz itu tersurat kiat sukses menggelar rave atau pesta dansa lainnya di masa transisi pandemi Covid-19, yakni di tempat terbuka, menggunakan sistem reservasi untuk membatasi jumlah orang yang datang, dan jangan ada narkoba.

Lantai Dansa Ditutup, Kelab Malam di Berlin jadi Beer Garden

Opsi Tutup Lantai Dansa Diskotek Dalam Pembahasan Protokol Kegiatan Tempat Hiburan Malam

Kreativitas dan Inovasi Adalah Kunci Menyintas Industri Pariwisata Indonesia di Masa Pascacovid-19

Ikuti kami di
521 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved