Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Ring of Merapi 2: Jumat Berkah dalam Semangkuk Es Dawet

Editor: AC Pinkan Ulaan
Pertigaan Ketep Pass dan Selo

WARTA KOTA TRAVEL -- Vary Situmorang menyempatkan diri bersepeda mengitari Gunung Merapi, saat berlibur ke Yogyakarta.

Ini kelanjutan ceritanya, setelah perjalanan menanjak menuju Ketep Pass.

Setelah jalanan menurun, kemudian disambut jalan meliuk dan menanjak yang dinaungi pepohonan rindang.

Alun-alun Selo (Istimewa/Vary Situmorang)

Kemudian memasuki wilayah Wonolelo mulai tampak perkebunan sayur, serta tercium aroma khas pupuk kandang.

Tak mengherankan wilayah ini adalah sentra hasil perkebunan, dengan kualitas bagus sekali.

Tanahnya yang subur, ditambah dengan kearifan masyarakat lokal yang juga memanfaatkan pupuk kandang untuk meningkatkan produktivitas lahan.

Jalan ini serasa berada di tengah lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Sangat eksotis dan sangat fun to ride sekalipun menggunakan road bike.

Semakin jauh mengarah Selo, gradien terasa semakin tinggi dan meliuk. Awan mendung dan kabut pun mulai menutupi lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.

Sambil mengayuh, mata memandang ke kanan jalan masuk menuju objek wisata jembatan gantung Jrakah.

Sampai di tanjakan dengan tikungan tajam, persis di depan Homestay Gardu Pandang, terlihat hamparan luas lereng dengan perkebunan sayur.

Sayapun sempat mengabadikan pemandangan arakan kabut menuruni punggung lereng dengan video.

Selo

Melewati jalan berliku dan menanjak, mulai terlihat kantor bank BRI Selo, dan jalan mulai menurun menuju pasar dan alun-alun Selo, yang berada persis di samping kantor Polsek Selo.

Ikon kota kecil ini pastinya tidak saya lewatkan tanpa berfoto, berlatarkan objek wisata Bukit Sanjaya.

Setelah puas beristirahat sejenak di kota kecil Selo, perjalanan dilanjutkan menuruni turunan terjal Jalan Magelang-Boyolali, melewati Desa Cepogo.

Desa ini terlihat lebih ramai dibandingkan desa-desa dari sisi Magelang. Namun daerah ini tetap terlihat asri dan bersahaja.

Jika dibalik, rute ini terkenal dengan sebutan tanjakan “Irung Petruk”, karena sangat curam dan berliku.

Sambil menikmati bonus turunan dan pemandangan alam, sepeda saya meluncur bebas. Rasanya beban hiruk pikuk kehidupan kota lepas sejenak.

Sesekali saya lihat speedometer di jam menunjukan angka 50 sampai 60 km/jam, dan memompa adrenalin.

Es dawet ayu dnegan potongan nangka melimpah. Penjualnya sempat tidak mau dibayar. (Istimewa/Vary Situmorang)

Jumat berkah

Sesampainya di pertigaan lampu merah Kota Boyolali, saya berbelok ke selatan mengikuti petunjuk arah ke Kota Yogyakarta. Menyusuri Jalan Perintis Kemerdekaan Boyolali, lalu berbelok lagi ke arah selatan.

Sekitar pukul 12.00 tiba di daerah Jatinom, banyak daerah terbuka persawahan. Hawa panas mulai terasa menyengat.

Tebersit semangkuk es dawet yang manis dan menyegarkan. Tahu-tahu di sebelah kiri tampak warung es dawet khas Banjarnegara.

Sepedapun saya tepikan dan langsung memesan semangkuk es dawet yang tampak menggiurkan ini.

Tak berapa lama, satu mangkuk es dawet segar tersaji di depan mata. Terlihat potongan nangka segar, tape ketan, dawet, gula jawa dan es.

Kombinasi yang sempurna untuk menyeka rasa dahaga di tengah teriknya matahari.

Ternyata satu mangkuk terasa masih kurang, sehingga saya tambah satu mangkuk lagi.

Rasa dahaga pergi, dan perut terasa kenyang tanpa harus makan siang.

Ketika hendak membayar, ternyata ibu penjual es dawet menolak menerima uang saya. Dia bilang semuanya gratis.

Lhoo…saya minum dua mangkuk lho Bu” kata saya heran. Tapi dengan tersenyum dia tetap tidak mau menerima uang yang saya sodorkan.

“Hari ini gratis Mas” jawabnya.

Tetiba saya teringat bahwa ini hari Jumat. “Oh hari ini Jumat berkah” ujar saya dalam hati.

Suatu tradisi yang dianut beberapa pedagang untuk bersedekah, dengan menggratiskan dagangannya setiap hari Jumat.

Dengan halus saya tetap memberikan sejumlah uang. “Bu, mohon diterima saja uangnya ya. Semoga Berkah” ujar saya lagi.

Dia pun menerimanya dan berterima kasih.

Kearifan warga lokal

Sambil mengayuh kembali sepeda, perjalanan hanya tersisa ke arah Klaten, saya merenung dan sangat terkesima pada apa yang telah saya pelajari dari kearifan dan kebersahajaan warga yang saya temui hari ini.

Memasuki wilayah Klaten, tibalah di daerah Ngawen. Wilayah perbatasan dengan Boyolali yang merupakan dataran yang didominasi persawahan yang sangat asri dan luas.

Sesudah daerah Ngawen, tibalah saya di pertigaan Kebonarum, lalu ke kiri menuju pusat Kota Klaten.

Meski enggan segera menyelesaikan perjalanan, karena dari Klaten menuju Jogja sudah tidak terlalu jauh.

Namun udara terasa semakin panas memasuki wilayah Jalan Solo-Yogyakarta, memaksa saya berhenti di minimart, demi sekedar berteduh dari panasnya hari sembari mengisi persediaan air yang menipis.

Setelah 10 menit beristirahat dan persediaan air penuh, sepeda lipat coba saya pacu beriringan dengan barisan kendaraan roda empat dan dua melintasi beberapa lampu merah menuju Yogyakarta.

Memasuki daerah Bogem, jejeran penjual es dawet penuh dengan pembeli, dan mobil-mobil bernomor polisi dari luar kota berjejer rapih di kiri jalan.

Rezeki yang lumayan karena momen liburan panjang ini, seakan menjadi penawar akan makin sulitnya perekonomian warga di tengah pagebluk Covid 19 ini.

Menjelang akhir perjalanan kali ini, saya semakin bersyukur kepada Yang Kuasa atas kehidupan ini, dengan belajar dari kebersahajaan alam serta manusia yang saya lihat hari ini.

Disambut hujan angin

Awan semakin menghitam dan angin yang terasa semakin kencang selepas pertigaan Lapangan Udara Adi Sucipto, membuat saya semakin memacu sepeda.

Benar saja, hujan deras tiba-tiba turun tiada ampun saat sepeda memasuki Jalan Ring Road Utara.

Tampak beberapa dahan pohon patah diterpa angin sangat kencang. Dengan tetap berhati-hati, saya semakin asik mengayuh sepeda menembus terpaan hujan, dan angin seakan membasuh hawa panas yang saya rasakan sepanjang jalan dari Klaten tadi.

Hujan deras ini seakan menyambut saya kembali dengan selamat di Kota Yogyakarta pada pukul 15.20, setelah puas menikmati rute Ring of Merapi. Salah satu rute favorit saya selama ini. (Tamat)