Wisata Sepeda
Ring of Merapi 1: Menemukan Kearifan dan Kebersahajaan
Vary Situmorang menyusuri lereng Gunung Merapi, dan menemukan kearifan masyarakat di sekitar gunung tersebut
Perlahan mengayuh, sampai juga di daerah Tempel, tepatnya di daerah Ngebong.
Di sebelah kiri jalan terlihat pabrik plastik yang sudah lama ditinggalkan begitu saja, kondisinya tidak terawat.
Sarapan murah
Udara sejuk masih terasa, meskipun kendaraan mulai ramai melewati Jalan Raya Magelang.
Sekitar 13 Km mengayuh, sekilas di sebelah kiri mulai tampak tenda kecil yang menjajakan jajanan pasar. Waktunya “mengisi perut” dan mengisi perbekalan air.
Jajanan tradisional tersusun rapih menggugah selera. Saya pun menyempatkan untuk berfoto dan berkenalan dengan penjualnya. Ibu Annisa namanya.
Perempuan tangguh asal desa setempat itu memiliki empat orang anak. Anak sulungnya sedang mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Yogyakarta, dengan bea siswa Bidikmisi.

Suatu program bantuan biaya pendidikan dari pemerintah, bagi warga yang tidak mampu.
Harga jajanan pasar yang dijualnya sangat murah., bahkan ada yang dibanderol Rp 500 per buah. Murah sekali dibanding jajanan pasar di Jakarta.
Saya pun memilih menyantap arem-arem isi oncom yang keliatan menggugah selera, ditambah satu bungkus plastik jus jambu merah.
Perbekalan air di tas dan botol saya isi dengan tiga botol air mineral.
“Jadi berapa semuanya Bu?” tanya saya untuk membayar.
Anissa menjawab dengan angka yang menurut saya murah sekali. Karena itu saya membayar sejumlah dua kali lipat nilai tersebut.
Setelah perut terisi dan perbekalan air sudah diisi cukup, perjalanan saya lanjutkan. Tak terlalu jauh dari warung Ibu Annisa, sampailah saya di daerah Salam, di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah yang ditandai dengan tugu megah.
Sesekali saya berpapasan dan menyapa beberapa pesepeda yang juga mengarah ke Magelang.
Tiba di perbatasan Salam dan Muntilan, tepatnya di Jembatan Sungai Blongkeng, ada pemandangan menarik di sebelah kiri jalan, yaitu Taman 1000 Cinta.
Konon kabarnya, tadinya tempat itu merupakan daerah kumuh yang diubahkan menjadi objek wisata yang instagramable.
Muntilan
Memasuki Kota Muntilan, Toko Tape Ketan Muntilan seakan menjadi ikon menyambut kedatangan tiap orang yang memasuki kota ini.
Toko yang sudah berdiri sejak tahun 1935 ini merupakan salah satu destinasi favorit saya juga, bila berkunjung ke kota Muntilan.
Jika dilihat dari tata kotanya, tepatnya di Jalan Pemuda, Muntilan terlihat sebagai kota yang sudah lama berdiri, yaitu sejak peralihan kekuasaan atas Karesidenan Kedu dari Kesultanan Yogyakarta kepada pemerintah kolonial Inggris pada tahun 1812.
Tidak jauh dari toko tersebut ke arah pusat kota, di sebelah kanan jalan terlihat megah Wihara Hong An Kiong yang sudah berdiri sejak 1871.
Halaman selanjutnya
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!