Wisata Sepeda

Bersepeda Menyusuri Salak Loop 1: Rekoneksi Pikkie dengan Alam

Bersama komunitas South City Loop dan Sepeda Sehat Senayan, perwakilan Warta Kota Gowes menyusuri jalan mengitari kaki Gunung Salak.

Editor: AC Pinkan Ulaan
Warta Kota/M Agung Pribadi
Pikki menikmati perjalanan ini. 

Namun sebagaimana jalan di perkampungan, banyaknya marka kejut terasa mengganggu keasyikan melaju.

Jalan itu berujung di Jalan Raya Leuwiliang persis dekat jembatan Sungai Cianten.

Di pertigaan setelah pasar kami berbelok ke kiri ke arah PLTA Karacak. Dari situ jalan mulai menanjak landai.

Selepas PLTA, jalan aspal mulai mengelupas dan rusak di sana sini. Didi yang menunggang sepeda balap dengan ban kecil repot juga menghadapi jalanan seperti itu.

“Baru asyik dapat irama gowes nanjak, ketemu jalan rusak, harus pelan lagi,” tuturnya.

Didi mengaku terpaksa memakai sepeda balap karena sepeda gravel miliknya, yang lebih cocok untuk medan seperti itu, sedang dipinjam kakaknya.

Jalan rusak terus seperti itu sampai menjelang Puraseda. Sejumlah pekerja tengah mengerjakan pembetonan di jalan itu.

Keluar dari Puraseda, tanjakan lebih terjal dimulai. Namun lalu lintas tak lagi ramai.

Berganti dengan desau angin, serangga hutan, dan sesekali knalpot motor yang meraung di tanjakan.

Kami terus mendaki perbukitan, pindah dari satu punggungan ke punggungan yang lain sampai Cimangu.

Pikki sedang menikmati airdari mata air Gunung Salak.
Pikki sedang menikmati airdari mata air Gunung Salak. (Warta Kota/Max Agung Pribadi)

Rekoneksi dengan alam

Di sebuah lahan terbuka, pandangan leluasa ke arah Gunung Halimun di sebelah kanan dan Gunung Salak di sebelah kiri.

Pada bagian ini kelompok terpecah dua. Didi, Yani, Ovi, dan Jamal di depan, lalu saya dan Vary menemani Pikki di belakang.

Tak jauh dari tanjakan Cimangu ban depan Pikki kempes, dan kami ganti ban dalam yang baru.

Karena proses ini jarak kami tertinggal dengan kelompok depan semakin jauh.

Perlahan kami susuri jalanan yang merayap memasuki kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Di satu tikungan kami bertemu pancuran dari mata air di pinggir jalan. Berhenti sejenak di sana untuk sekadar mencuci muka, dan minum air langsung dari mata air yang mengucur di pancuran bambu itu.

“Waduh di Jakarta enggak ada yang kayak gini,” kata Pikki yang baru pertama kali menyusuri jalur ini.

Karyawan perusahaan mebel terkenal itu sudah sering mendengar jalur bersepeda di kawasan Cianten, namun belum pernah berpeluang mencicipinya.

Ketika kesempatan itu datang, dia sudah dua minggu tak bersepeda sehingga dia merasa fisiknya kedodoran.

Sumber: Warta Kota
Ikuti kami di
759 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved