New Normal

Jangan Percaya Kabar Palsu, Hasil Rapid Test atau PCR Test Tetap Syarat Bepergian di Masa Pandemi

Hasil rapid test atau swab test tetap dibutuhkan masyarakat yang akan bepergian menggunakan transportasi umum. Bahkan kini ditambah wajib mengisi HAC.

Penulis: AC Pinkan Ulaan | Editor: AC Pinkan Ulaan
Warta Kota/Angga Baghya N
Calon Penumpang Kereta Api Jarak Jauh melakukan proses rapid test atau test cepat di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (27/7/2020). PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI bekerja sama dengan anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI yakni PT Rajawali Nusindo memberikan layanan rapid test atau tes cepat di berbagai stasiun bagi calon penumpang Kereta Api Jarak Jauh dengan biaya sebesar Rp 85.000. 

WARTA KOTA TRAVEL -- Bepergian di masa pandemi Covid-19 memang lebih repot persiapannya, sebab masyarakat harus mengurus sejumlah dokumen perjalanan sebelum keberangkatan.

Yang pasti harus dimiliki adalah surat keterangan sehat, alias surat bebas Covid-19, berupa hasil pemeriksaan dengan metode rapid test atau polymerase chain reaction (PCR), yang juga sering disebut sebagai swab test.

Hasil pemeriksaan itu juga harus nonreaktif atau negatif.

Bila tak memiliki hasil pemeriksaan rapid test atau PCR, maka orang itu tak boleh menaiki pesawat terbang, kereta api, atau kapal feri/laut, meski pun sudah memiliki tiket.

Kabar palsu

Hanya saja, sebagaimana dilansir laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pekan lalu beredar rumor bahwa persyaratan hasil rapid test atau PCR test sudah ditiadakan.

Ternyata itu kabar palsu, dan Kementerian Kesehatan melansir pengumuman untuk membantahnya.

Menurut pengumuman yang dikeluarkan Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, kabar ini muncul lantaran dokumen perjalanan tersebut akan diganti dengan Health Alert Card (HAC) dan pemeriksaan suhu tubuh, sebagai skrining awal di pintu masuk negara.

Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Achmad Yurianto, pihak Kemenkes belum membatalkan Surat Edaran Menteri Kesehatan NO HK.02.01/MENKES/382/2020, tentang Prosedur Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan dalam rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman Terhadap Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Selain itu, Surat Edaran Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 9 Tahun 2020, tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) masih berlaku hingga kini.

Dua Surat Edaran tersebut adalah panduan bagi petugas yang berwenang, dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri di bandar udara dan Pelabuhan.

Surat Edaran itu juga menjadi dasar pengawasan oleh dinas kesehatan daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, serta panduan bagi lintas sektor terkait maupun masyarakat.

"Para penumpang dan awak alat angkut yang akan melakukan perjalanan dalam negeri wajib memiliki surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif, atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/antibodi nonreaktif," kata Yuri.

Kedua hasil pemeriksaan itu memiliki masa berlaku paling lama 14 hari, sejak surat keterangan itu diterbitkan.

HAC

Kemudian ada HAC yang memang wajib diisi oleh pelaku perjalanan, sesuai Pasal 36 UU no 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, agar penumpang itu dapat terus dipantau oleh dinas kesehatan setempat.

Jadi, bukannya dokumen perjalanan yang dikurangi, melainkan ditambah dengan kewajiban mengisi HAC.

HAC dapat diisi secara manual maupun secara digital. Caranya dengan mengunduh electronic HAC (eHAC) dari alamat inahac.kemkes.go.id.

Disiplin

Kendati membawa surat keterangan dengan hasil negatif ataupun nonreaktif, masyarakat yang akan bepergian diimbau tetap berhati-hati serta disiplin menerapkan protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasalnya, moda transportasi umum adalah tempat interaksi dan berkumpulnya banyak orang, sehingga berpotensi tinggi sebagai sebagai klaster penularan COVID-19.

Untuk itu diperlukan kewaspadaan dini, sebagai langkah antisipasi serta upaya kontrol agar COVID-19 tidak semakin meluas.

Rapid test

Lebih lanjut Yuri menjelaskan, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019, yang terbit pada 13 Juli 2020 lalu, rapid test tidak digunakan untuk diagnostik.
Namun penggunannya tetap dilakukan dalam situasi tertentu.

"Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu, seperti dalam pengawasan pelaku perjalanan'' tuturnya.

Pada pedoman tersebut dijelaskan, dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik), seluruh penumpang dan awak alat angkut harus dalam keadaan sehat, dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian COVID-19. (*)

Ikuti kami di
685 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved