Wisata Sepeda
Bersepeda Menyusuri Salak Loop 2: Bertemu Mansur, Satu-satunya Pemuda Cikidang yang Bersepeda
Bertemu teman dan hujan deras yang menguji mental mewarnai perjalanan sejauh 226 km mengelilingi kaki Gunung Salak.
Dari Cipeuteuy kami tinggal meluncur turun ke arah Kabandungan.
Pemandangan kini berhanti dengan jalur jalan yang diapit pohon-pohon besar.
Jalanan menurun landai meliuk-liuk mengikuti lembar besar Sungai Citarik di sebelah kanan. Terkadang jalan menanjak landai lalu turun lagi.
Selepas Klapanunggal sudah pukul 16.00. Badan letih dan kedinginan membuat warung bakso di pojokan tikungan menjadi tempat yang pas untuk memperbaiki keadaan.
Sebelum melanjutkan perjalanan, Vary sempat melumasi rantai yang mengering karena tanah dan kotoran. Lainnya mempersiapkan lampu-lampu untuk perjalanan malam.
Ujian mental
Tak lama kami meluncur turun sampai Parung Kuda, dan bertemu Jalan Raya Bogor-Sukabumi.
Hari kembali menjadi gelap. Hujan deras menyergap lagi di kawasan Caringin, namun kami terus berjalan menembusnya.
Semakin lama semakin deras disertai petir dan angin kencang, sehingga kami putuskan berhenti di sebuah minimarket, yang di halamannya ada penjual susu jahe.
Hampir setengah jam kami berhenti menunggu hujan reda. Saat kembali mengayuh, angin dingin yang membuat badan mengigil sempat menguji semangat.
“Waktu jalan habis istirahat dan dingin sampai bikin menggigil itu saya sempat kepikiran untuk berhenti saja. Memang akhirnya mental diuji dalam perjalanan seperti ini ya. Seru,” tutur Fadrian, satu-satunya yang bersepeda lipat di kelompok ini.
Fadrian mengaku baru mulai bersepeda awal tahun ini. Namun dia sudah mengenyam sejumlah rute jarak jauh, seperti Jakarta-Cirebon.
Pernah pula dia mengikuti Audax, ajang bersepeda jarak jauh dengan batasan waktu.
Mengatasi godaan untuk melipat sepeda dan menaikkannya ke kendaraan bermotor, dia melanjutkan perjalanan bersama kami menembus malam, di sela rintik hujan dan lampu kendaraan di jalur ramai itu.

Di Bogor Jamal terpisah dari kelompok, dan melanjutkan perjalanan pulang sendiri.
Kami sempatkan istirahat dan menyantap bubur ayam di Jalan Jenderal Sudirman Bogor, lalu langsung tancap kayuhan sampai Jakarta.
Pukul 22.00 kami berpisah di Kebayoran Lama. Perjalanan sepanjang 226km yang penuh warna itu berakhir di sini.
Seperti dikatakan Vary, perjalanan bersepeda jarak jauh berkelompok di alam terbuka selalu memikat.
Perjalanan itu menjadi sebentuk upaya menemukan kembali makna kebersamaan di atas sepeda (Tamat). (M Agung Pribadi)